Minggu, 15 Agustus 2010

"TERNYATA . . ."

“Ayok, buruan! Keburu dia perdi nanti.” teriak Dina pada dua temannya di belakang.
Pada siang yang mendung itu, Dina, Caca, dan Nisa berlari-lari menuju kelas XI-IPS1. Dengan tenaga kuda, mereka berlari secepat mungkin untuk tidak menyia-nyiakan moment yang sangat berharga. Sesampainya di sana, “Mana dia?” tanya Dina dengan matanya mencari sesuatu seperti jambret yang sedang mencari mangsa. Namun, tidak lama kemudian, keluarlah sesosok pria dengan perawakan tinggi, gagah, dan yang pasti tampan. “Oh my god, nggak kuat gue! Cakep banget, sih!” seru Dina pada kedua temannya. “Gila din, kalau model yang kayak begini juga gua mau banget!” balas Caca. Nisa hanya diam dan tersenyum kecil melihat kekaguman kedua temannya pada cowok yang sudah hilang dari pandangan mereka dan entah pergi kemana dan dia pun tertawa. “Kanapa lo, nis?” tanya Caca heran melihat Nisa yang tiba-tiba saja tertawa. Nisa menghela nafas, “Kalau itu mah tetangga gue, malah rumah kita sebelahan.” jawab Nisa yang masih sambil tertawa kecil. “Serius lo, nis?” teriak Dina dan Caca bersamaan. “Iye, namanya Raga, dia teman gue dari kecil.” Nisa melihat jam di tangannya dan jarum jam sudah menunjukkan pukul 15.20 WIB. “Balik, yok! Gue ada les jam setengan lima.” ajak Nisa dan mulai berjalan meninggalkan kelas XI-IPS1 yang kemudian disusul oleh kedua temannya.
Esoknya di depan ruang kelas X-3, Dina dan Caca sudah tidak sabar menunggu kedatangan Nisa. Semalam mereka mengirim permintaan pada Nisa via sms yang isinya tidak lain dan sudah pasti menyuruh Nisa untuk mencari tahu lebih dalam tentang Raga si cowok tampan yang sangat memikat mereka. Seharusnya mereka bertiga janjian untuk datang lebih awal dari biasanya untuk bisa membahas lebih lama tentang Raga. Tapi kenyataannya ada yang tidak tepat waktu.
Dina duduk gelisah di depan menunggu kedatangan Nisa yang sangat diharapkan segera datang namun belum datang juga. Sementara itu, Caca yang ada di sebelahnya malah santai dan tidak segelisah Dina yang hampir mirip dengan seorang ibu yang kehilangan anaknya. Caca sambil mendengarkan ipod nano yang selalu dibawanya kemana-mana.
“Come on Nisa, buruan dateng! Kemana, sih, batang hidung lo! Aduh lamanya lo, nis!” oceh Dina nggak karuan. “Dina, please, deh! Kuping gue capek dengerin lo ngoceh mulu daritadi! Santai kayak gue, nih!” Caca sangat terganggu dengan ocehan Dina. “Sirik aja lo, uda pake headset juga masih protes! Eh ca, lo juga suka sama Raga?” Caca mengangguk mantap tanda menjawab pertanyaan dari Dina. “Tapi gue duluan yang liat, jadi dia buat gue aja! Lo jauh-jauh sana dan nggak usah berharap, ya!” Sombong amat ni bocah, kata Caca dalam hati. “Liat ntar aja, deh! Gue mau yang santai-santai tapi pasti men. Eh, itu yang ditunggu daritadi dateng.” Caca menunjuk sosok Nisa dari kejauhan, Mata Dina langsung berbinar-binar melihat orang yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga.
“Aduh sorry sorry gue agak telat, antri banyak tadi di pom bensin.” Nisa duduk di antara Dina dan Caca tanpa permisi dan tanpa basa-basi. “Gile, nungguin lo kayak nungguin presiden aja! Gimana hasil result?” tanya Dina dengan nada agak kesal, maklumlah karena dia yang paling ngebet sama Raga. “Nah, ini yang mau cepet-cepet gue kasih tahu. Tapi kalian santai dulu!” Nisa menghela nafas panjang, bukan karena ingin menyampaikan suatu kabar, tapi karena nafasnya yang masih tergopoh-gopoh karena berlari dari pintu gerbang sekolah sampai kelas X-3 yang jaraknya lumayan jauh. “Gue dapet informasi langsung dari adeknya, ternyata dia uda punya pacar, dan pacarnya itu cowok. Dia juga suka ngumpul di klub-klub malam khusus kaum guy.” itulah berita yang ingin cepat-cepat disampaikan Nisa pada kedua temannya. “What? Cowok? Sering ngumpul di klub kaum guy? Serius lo!” tanya Dina histeris yang dilanjutkan dengan anggukan mantap Nisa. “Berarti dia guy, dong! Hah, jeruk makan jeruk, oh my god!” Dina tampak syok mendengar berita dari Nisa, dia tidak menyangka ternyata cowok yang sangat dikaguminya adalah seorang pecinta sesama jenis. Sementara itu, Caca pun hanya tertawa dalam hati melihat expresi syok Dina, ”Udalah din, nggak usah bersedih hati! Masih banyak noh cowok-cowok yang lebih ganteng dan so pasti pecinta lain jenis.” akhirnya Caca tertawa terbahak-bahak melihat tampang Dina yang tanpa expresi. Pandangan Dina kosong, pikirannya tertuju pada sosok Raga yang sangat dikaguminya yang ternyata adalah seorang guy. Tanpa disadari, Dina meneteskan air matanya di pagi yang sangat cerah ini. Melihat hal itu, Caca dan Nisa bukannya menghibur malah meninggalkan Dina diam-diam tanpa sepengetahuannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar